Perkembangan Teknologi Informasi yang pesat
menjadikan terjadinya pergeseran pola hidup di masyarakat mulai dari sosial,
ekonomi, dan budaya. Teknologi Informasi menyebabkan hubungan dunia mejadi
tanpa batas, sehingga berbagai keuntungan dan permasalahan pun hadir. Oleh
karena itu, lahirlah suatu rancangan cyber
law yang mengatur pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah terkait dengan penyampaian
informasi, komunikasi, dan transaksi secara elektronik. Dalam kegiatan cyber, persoalannya tidak lagi sederhana
karena tidak dibatasi oleh teritori suatu negara, mudah diakses kapanpun dan
dimanapun berada.
Di Indonesia sendiri aturan tentang penggunaan
dan penanggulangan kejahatan didunia maya sudah tertuang dalam UU No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang bisa disingkat dengan UU
ITE.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
atau yang biasa disingkat dengan UU ITE yang diterbitkan pada 25 Maret
2008. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan
yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur
berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai
medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya.
Penggunaan media sosial di kalangan masyarakat
semakin luas dan berkembang pesat. Siapapun bebas untuk mengekspresikan
pemikiran maupun pendapat. Namun, sayangnya banyak yang menyalahgunakan arti
dari kebebasan berekspresi dan berpendapat itu, hingga akhirnya terjerat dalam
kasus pelanggaran UU ITE. Tak jarang banyak public figure bahkan sampai masyarakat
kalangan menengah yang menjadi pelaku pelanggaran.
Contoh Kasus :
Florence Sihombing seorang mahasiswa
magister hukum di salahsatu perguruan tinggi di Yogyakarta, menggemparkan
publik atas perilakunya yang menghina kota Yogyakarta di media sosial. Kata-kata
yang menyakitkan warga Yogyakarta ini lantas mendapat tindakan dari pihak yang
berwajib dan dijerat dengan :
· Pasal 27 ayat 3 :
Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
· Pasal 45 ayat 1 :
Setiap orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
·
Pasal 28
ayat 2 :
Setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
·
Pasal 45 ayat 2 :
Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar